PKL Kediri Resah, Sosialisasi Pemkot Dinilai Cuma Akal-akalan

PKL Kediri Resah, Sosialisasi Pemkot Dinilai Cuma Akal-akalan

Loading

Masyarakat Kediri, khususnya para pedagang kaki lima (PKL), tengah dihantui keresahan pasca mencuatnya isu penggusuran dan penertiban kios yang berada di lahan milik Pemerintah Kota Kediri. Isu ini mulai mengemuka sejak beberapa pekan terakhir, ditandai dengan adanya kegiatan sosialisasi yang dinilai sepihak oleh para pedagang.

Pada Rabu, 30 April 2025 pukul 09.00 WIB, bertempat di Ruang Kilisuci Kantor Pemerintah Kota Kediri, seluruh PKL serta penyewa kios dipanggil oleh pihak pemkot dalam acara bertajuk “Sosialisasi.” Namun, kegiatan tersebut justru memicu reaksi keras dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari Revi Pandega, seorang aktivis. Ia mengkritik tajam sikap pemkot yang dianggap tidak manusiawi.

“Seharusnya pemerintah mengedepankan tata sosial yang memanusiakan masyarakat, khususnya mereka yang menggantungkan hidup dari berdagang. Ini bukan sekadar soal lahan, tapi soal perut rakyat,” ujar Revi dalam wawancara usai sosialisasi. Ia juga menyinggung kasus penyewa ruko di dekat Hotel Palapa, yang disebut telah melanggar hukum karena menyewakan kios di atas tanah milik pemkot tanpa proses hukum yang jelas.

Menurutnya, langkah penertiban dan penggusuran ini sangat disayangkan karena tidak diiringi dengan solusi nyata. Relokasi yang ditawarkan pun dianggap tidak layak karena berada di lokasi yang sepi dan tidak strategis bagi keberlangsungan usaha para pedagang. Hal ini, lanjut Revi, justru memperparah kondisi ekonomi warga yang sudah kesulitan sejak pandemi.

“Kita tidak bisa membayangkan bagaimana nasib para PKL jika benar-benar digusur. Mereka harus mulai dari nol lagi, cari pelanggan di tempat baru, keluar biaya lagi, waktu habis. Apa pemerintah pernah coba hidup seperti mereka? Miris melihat rakyat kelaparan di tanah kelahirannya sendiri,” imbuh Revi dengan nada geram.

Masyarakat sipil, terutama dari kalangan menengah ke bawah, merasa kecewa dengan keputusan sepihak ini. Mereka menuntut pemerintah lebih bijak dan tidak hanya mencari “enaknya sendiri” tanpa mempertimbangkan nasib rakyat kecil. Bagi mereka, pemerintah seharusnya menjadi pelindung, bukan justru menjadi pihak yang mempersulit.

Sementara itu, meski sosialisasi telah dilakukan, hingga berita ini diterbitkan, mayoritas PKL di Kediri masih tetap berjualan dengan tertib. Mereka berharap adanya dialog lanjutan yang lebih manusiawi dan berpihak kepada rakyat kecil, bukan sekadar formalitas belaka.

“Kami tetap berjualan, kami butuh makan. Ini bukan soal menentang, tapi soal bertahan hidup,” ujar salah satu PKL yang enggan disebut namanya. Para pedagang berharap pemerintah mau membuka hati dan telinga untuk mendengarkan keluhan mereka secara langsung.

Sampai saat ini, penolakan terhadap penggusuran masih terus bergulir, dan masyarakat Kediri menanti apakah pemerintah kota akan bersikap sebagai pelayan rakyat, atau justru menjadi penguasa yang lupa pada tanggung jawab sosialnya.

(fa’al)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *