KEDIRI – Penertiban pedagang kaki lima (PKL) oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Kediri menuai sorotan. Sejumlah pihak menilai langkah tersebut tidak dilakukan secara adil dan menyeluruh. Kritik datang seiring meningkatnya intensitas penertiban terhadap PKL dan angkringan di sepanjang Jalan Patimura dan depan Setono Betek ke arah timur.
Aktivis sosial Revi Pandega menyayangkan tindakan Disperindag yang dianggap hanya menyasar pedagang kecil, sementara pelanggaran oleh pemilik kios permanen di kawasan lain terkesan diabaikan. Ia mencontohkan bangunan-bangunan kios di depan Kediri Mall yang diduga melanggar batas trotoar dan menempati tanah milik negara.
Menurut Revi, kondisi ini mencerminkan ketidakadilan dalam pelaksanaan penertiban. “Jika memang penegakan aturan dilakukan demi ketertiban dan tata kota, maka harusnya dilakukan secara menyeluruh dan tidak tebang pilih. Jangan sampai ada kesan tajam ke bawah tapi tumpul ke atas,” ujarnya.
Lebih lanjut, Revi menyebut akan melaporkan dugaan pelanggaran tersebut kepada Kejaksaan Negeri Kota Kediri. Ia menilai, jika benar ada bangunan yang menempati tanah negara untuk kepentingan komersial, maka hal itu berpotensi melanggar Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
“Aset negara tidak bisa digunakan sembarangan, apalagi untuk tujuan bisnis tanpa izin resmi. Ini bisa menimbulkan kerugian negara yang nilainya mencapai ratusan juta rupiah,” kata Revi. Ia berharap penegak hukum dapat bertindak tegas dan transparan dalam menindaklanjuti laporan tersebut.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, pihak Disperindag Kota Kediri belum memberikan tanggapan resmi atas kritik tersebut. Masyarakat pun berharap ada evaluasi terhadap kebijakan penertiban agar tidak menimbulkan kesenjangan sosial dan perlakuan yang diskriminatif.
Fenomena ini juga menyuarakan kepentingan para PKL yang selama ini menggantungkan hidup dari usaha kecil di ruang publik. Mereka menuntut perlakuan yang adil dan perlindungan dari kebijakan yang dinilai merugikan mata pencaharian mereka.
Dengan berkembangnya isu ini, diharapkan pemerintah kota dapat meninjau ulang pendekatan yang digunakan dalam penataan kota. Keadilan sosial harus menjadi landasan utama dalam setiap kebijakan publik, termasuk dalam penertiban ruang usaha masyarakat kecil.