![]()
Pasca insiden tragis meninggalnya dua pemandu lagu (LC) setelah menenggak minuman keras saat berkaraoke di AR KTV Maron, Banyakan, Kabupaten Kediri beberapa bulan lalu, polemik perizinan dan legalitas usaha tersebut kian mengemuka. Hingga kini, garis polisi yang terpasang di lokasi belum dicabut, membuat pihak manajemen tidak bisa beroperasi dan mengaku mengalami kerugian besar.
Kuasa hukum AR KTV, Akson Nul Huda, bersama perwakilan manajemen bernama Dicky atau akrab dipanggil Sinyo, mendatangi Polres Kediri Kota untuk meminta kejelasan. “Kedatangan kami untuk mempertanyakan kenapa garis polisi di AR KTV belum dilepas. Dampaknya, pihak kafe dan karaoke tidak bisa beroperasi, sehingga klien kami merugi,” ujar Akson, Senin (8/9/2025).
Namun, desakan itu justru memicu protes keras dari aktivis dan sejumlah LSM di Kediri. Dalam audiensi yang digelar di Markas Satpol PP Kabupaten Kediri, Jumat (12/9), mereka menyoroti lemahnya penegakan Perda terkait menjamurnya hiburan malam ilegal dan peredaran miras tanpa izin. Ketua LSM RATU, Saiful Iskak, menegaskan AR KTV diduga belum memiliki izin lengkap untuk operasional.
Dinas terkait pun memberikan data yang memperkuat dugaan tersebut. Perwakilan DPMPTSP, Devin Marsfian Subiyanto, menyebut AR KTV hanya mengantongi izin kafe dan restoran berdasarkan OSS, bukan untuk hiburan malam. Sementara perwakilan Dinas Perkim, Joko Riyanto, menegaskan AR KTV belum pernah mengajukan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) maupun izin penjualan minuman beralkohol.
Kritik tajam juga datang dari masyarakat. M. Rifai menuding adanya pembiaran atas maraknya peredaran miras dan dugaan praktik prostitusi hingga narkoba di tempat karaoke. Ia bahkan mendesak agar kepala dinas terkait berani mundur jika tak mampu bekerja sesuai aturan. “Negara harus hadir sebagai penentu aturan main yang jelas. Kalau tuntutan kami berlebihan, monggo pejabat terkait mundur serentak agar diganti yang kompeten,” tegasnya.
Ketua Ormas Relawan Kesehatan, Bagus Romadhon, bahkan menuding adanya beking oknum pejabat dan aparat hukum di balik kasus ini. “Kalau izin usaha tidak ada, tapi berani jual miras, jelas ada oknum penegak hukum yang melindungi. Saya mendengar ada aliran dana ke sejumlah pihak, termasuk pasca kejadian minta bantuan oknum perwira Polri di Jawa Timur,” ungkapnya.
Pernyataan itu makin memperkuat kecurigaan publik bahwa kasus AR KTV bukan sekadar soal administrasi izin, melainkan menyentuh dugaan praktik kotor yang melibatkan pejabat. LSM RATU pun menyebut kondisi ini sebagai bukti mandulnya kinerja Satpol PP. “AR KTV sudah lama beroperasi tanpa PBG dan SLF, ini jelas kelalaian pemerintah daerah,” kata Saiful.
Menanggapi desakan itu, Sekretaris Satpol PP, Diah Pujiastuti, menyatakan pihaknya akan melaporkan hasil audiensi kepada Kasatpol PP dan membentuk tim gabungan lintas OPD. Tim ini nantinya akan turun langsung ke lapangan untuk memverifikasi izin sekaligus melakukan pengawasan ketat terhadap seluruh tempat hiburan malam di Kediri.
Ketegangan antara pihak manajemen AR KTV dan kelompok masyarakat sipil kini menjadi ujian serius bagi Pemkab Kediri dalam menegakkan aturan. Kasus ini bukan hanya soal keberlangsungan bisnis hiburan, tetapi juga menyangkut keselamatan publik, maraknya peredaran miras, serta dugaan praktik gelap yang berpotensi merusak sendi hukum dan moral di wilayah Kediri.
(revi)

