Kediri – Lambannya penanganan kasus dugaan korupsi Kredit Usaha Rakyat (KUR) di BRI Unit Pesantren Kota Kediri menuai sorotan tajam dari berbagai kalangan. Hampir enam bulan sejak pengaduan dilayangkan oleh Aliansi Masyarakat Indonesia Bersatu, Kejaksaan Negeri Kota Kediri dinilai belum menunjukkan perkembangan berarti dalam proses hukum kasus ini.
Pengaduan tersebut berkaitan dengan dugaan penyelewengan dana KUR oleh oknum pegawai BRI Unit Pesantren, yang diduga dengan sengaja memanipulasi data peminjam untuk mencairkan kredit. Revi Pandega, perwakilan aliansi, menyatakan bahwa sejumlah peminjam tidak memenuhi syarat administratif, namun tetap diberikan pinjaman. Bahkan, beberapa di antaranya tidak bekerja namun dalam dokumen dinyatakan memiliki usaha.
Salah satu contoh mencolok adalah kasus seorang warga berinisial S yang diduga mengalami gangguan kejiwaan. S tidak memiliki tempat tinggal tetap maupun usaha aktif, namun namanya tercatat sebagai penerima KUR sebesar Rp50 juta. Parahnya, keluarga S baru mengetahui keberadaan utang tersebut saat menerima surat tagihan dari BRI yang dikirim ke Ketua RT.
Keluarga merasa dirugikan karena tidak pernah mengajukan pinjaman atas nama S. Ketika mencoba meminta klarifikasi kepada pihak bank, mereka tidak mendapatkan jawaban memuaskan. Hingga kini, BRI Unit Pesantren belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait prosedur pencairan kredit tersebut.
Kasus ini telah dilaporkan oleh Aliansi Masyarakat Mencari Keadilan (MACAN) ke Kejaksaan Negeri Kota Kediri. Sejumlah korban dan saksi dikabarkan telah diperiksa oleh penyidik tindak pidana khusus korupsi. Namun, hingga berita ini ditulis, belum ada satu pun pihak yang ditetapkan sebagai tersangka, sehingga menimbulkan kekecewaan publik.
Menurut perwakilan MACAN, kejadian ini mencerminkan lemahnya sistem pengawasan internal dalam proses penyaluran KUR yang seharusnya ditujukan untuk memberdayakan usaha mikro dan kecil. “Kami mendorong agar kejaksaan bertindak tegas dan tidak pandang bulu. Korupsi dana rakyat harus diberantas,” tegasnya.
Masyarakat mendesak agar proses penyelidikan dilakukan secara objektif, transparan, dan tanpa intervensi. Selain itu, mereka meminta agar korban, khususnya S dan keluarganya, diberikan perlindungan hukum yang memadai karena menjadi korban dari praktik perbankan yang diduga menyimpang.
Apabila terbukti bersalah, oknum pegawai BRI yang terlibat dapat dijerat dengan sanksi pidana dan administratif sesuai peraturan hukum yang berlaku. Kasus ini diharapkan menjadi pelajaran penting bagi seluruh lembaga keuangan dalam menerapkan prinsip kehati-hatian dan akuntabilitas dalam menyalurkan dana publik seperti KUR.